|
by iccasn |
Tahun ini adalah saatnya menginjak semester 3 alias tingkat 2. Tulisan ini dibuat entah akan menjadi curhat atau sedikit berbagi pengalaman. Tiga belas September kemarin adalah saat bertambahnya umur menjadi 19 tahun. Salah satu teman berkata bersiaplah untuk mengahadapi masalah yang tidak pernah terpikirkan. Percaya tidak percaya itu adalah kebenaran.
Tahun ini juga adalah kesempatan untuk ikut menjadi atlet diajang pertandiangan Pekan Olahraga Daerah Se-Jabar yang diselenggarakan 4 tahun sekali. Dimana seharusnya hati dalam keadaan prima, namun hidup nyatanya tidak semulus sutra. Sudah hampir sekitar 5 tahun kiranya. Hubungan yang sengaja dibangun dengan jarak. Iya, dia berada di Jatinangor Bandung sejak beberapa waktu yang lalu. Meski berada dalam angkatan yang sama, usianya satu tahun lebih tua. Tapi untuk kuliah dia terpaut lebih muda karena gagal ditahun pertama.
Mari kita mulai ceritanya.
Entah percaya tidak percaya, bulan Oktober menjadi bulan yang paling memilukan. Kecewa kedua kalinya oleh orang yang sama. Sejak bulan Maret dia meminta jeda untuk fokus mengejar ketertinggalan. Tentu rasa sedih menyeruak dalam hati. Ini menyiratkan bahwa ucapan semangat kini sudah tidak lagi berarti. Pada saat itu memaklumi adalah jalan keluar paling rasional, karena dilain sisi keinginan dia adalah hak yang harus dihormati. Memberi jalan mungkin adalah yang terbaik agar membuat apa yang dicita-citakan tercapai.
Seperti tidak mau ikut campur, hari-hari terus berjalan pada porosnya. Juli telah tiba. Idul Fitri menjadi momen untuk kembali bersua. Tentu hanya bertukar salam kabar dalam pesan dan suara. July membaik, sampai pengumuman SBMPTN tiba. Doa sepertiga malam selalu terpanjat, dengan harapan tahun ini dia diberikan jalan. Mungkin Tuhan mendengar. Dia berada diurutan nama kampus di daerah Jatinangor Bandung. Tangis bahagia terurai, orang yang didoakan mencapai apa yang diinginkan. Esoknya dia meminta janji temu. Tetapi sisa tangis dan tumpukan tugas menyurutkan niat untuk setuju.
Tepat hari esoknya juga, bagai ditiup badai semalam, dia telah lenyap kembali tapa kabar. Tepat seminggu kemudian kawan berbagi cerita. 'Dia ada, dan bersama seseorang. Iya dengan wanita'. Berita duka yang cukup membuat luka. Ini sudah kesekian kali. Mungkin saatnya menganggap bahwa hubungan telah usai. Dia sudah mendapat apa yang dinginkan bukan?
Tiba-tiba suatu hari pesan masuk, meminta untuk bertemu. Hingga tumpahlah semua cerita. Tahukah apa yang paling lucu? Khilaf, katanya. Dia telah mengatas namakan Tuhan di atas kesetiaan. Rasanya mungkin sudah cukup memberi kepercayaan pada orang yang sama. Tetapi bermain judi sekali lagi adalah hal yang menyenangkan bukan? Judi telah disetujui oleh kedua pihak. Pihak yang kalah akan malu seumur hidupnya.
Oktoberpun tiba. Teman baik kembali membawa kabar duka. 'Dekat dengan salah satu junior Paskibra', katanya. Sebenarnya terserah saja asal tahu batasnya, itu bukan hak yang harus direnggut. Sayangnya, dengan mata kepala sendiri mereka telah bertukar foto disosial media. Judi kini sudah tidak menyenangkan. Bertaruh kehidupan dengan orang yang jelas-jelas tidak setia hanya buang-buang waktu saja.
Undur diri dari permainan judi adalah pilihan. Bukan kalah, tapi bertaruh dengan pengkhianat itu tidak seru. Mengetahui bahwa itu fakta atau tidak, kini sudah tidak berarti. Apapun yang dikatakannya sudah kehilangan keabsahan. Mungkin kalian mengira bahwa terlalu cepat untuk memutuskan sesuatu yang tidak tahu alasannya mengapa. Ingat ini saja kawan, jika sudah tidak menghargai, artinya sudah tidak ada artinya. Peryataan paling bodoh adalah ketika dia ikut-ikut menyalahkan. 'Aku begini, karena kamu begitu'. Seperti iklan saja. Sampai akhirpun kata 'begitu' tidak pernah tertafsirkan.
Meski begitu hati tetap terpuruk. Bukan masalah kehilangan, tetapi rasa penyesalan pernah memberikan kepercayaan dan rasa sayang kepada penghkhianat. Ajang PORDA kini telah menjadi ajang duka. Meski telah berusaha dalam keadaan hati yang terluka, Tuhan berkehendak agar pulang meggendong kekalahan. Bagai jatuh ditimpa tangga, setelah tanding tubuh ditimpa sakit sekaligus ditimpa ujian susulan yang membuat otak berderit.
Namun disisi lain Tuhan mungkin telah memberi hadiah untuk mencapai kesadaran. Bahwa dalam hubungan, semua diuji oleh waktu dan setia itu bukan peristiwa tetapi sebuah keputusan. Iya, keputusan untuk setia. Kini, yang patut disyukuri adalah masih mempunyai teman yang menggenggam tangan dan masih mempunyai nyali untuk bangkit. Semoga dia sadar atas prilaku yang telah menyia-nyiakan kembali orang yang menyayanginya. Aamiin. Perlu dikasih Al-Fatihah gak? Jangan nanti panas.
Apapun masalahnya, kita harus sadar mungkin itu peringatan, mungkin itu tamparan keras dari Tuhan kalau kita harus cepat-cepat sadar, kalau kita harus cepat-cepat kembali kepada-NYA. Harus yakin bahwa disemua kejadian pasti Tuhan memberikan pesan untuk kita. Kita tidak boleh berlarut-larut dalam kesedihan, cepat bangkit! Masih banyak hal yang perlu kita capai dan masih banyak orang yang harus kita bahagiakan.
Thanks, udah dulu, besok lagi ya! Bye!!!
Comments
Post a Comment
Boleh Komentar, sekedar informasi untuk menambah wawasan.