by Google |
Apakabar? Semoga selalu berada dalam lindungan Allah. Aamiin. Hari ini sehabis mengerjakan tugas kampus, tentunya bukan tugas biasa. Belum beres sih, ya tinggal beberapa nomor lagi karena otak sudah butek, mudah-mudahan subuh nanti datang inspirasi ngisi soal logika itu, aamiin. Dengan ditemani susu panas yang diseduh barusan, dengan niat ingin mendinginkan otak yang mulai jenuh dengan rutinitas ini.
Kesempatan ini akan menjadi STUDY JOURNEY. Mari mulai dengan latar belakang keluarga. Diri ini adalah anak kedua yang dilahirkan di keluarga yang sangat sederhana dari seorang mamah dan bapak yang keduanya merupakan photographer. Dimana sejak tahun 2014 bapak terjangkit penyakit kronis, yaitu komplikasi. Sehingga pada akhir tahun 2015 beliau meninggalkan dunia, tepat ketika kelas satu SD semester satu. Semoga Beliau berada di sisi-NYA dan di berikan tempat terbaik di sana, aamiin.
Ketika beliau meninggal tidak ada sedih yang begitu larut, mungkin karena usia yang baru 6,5 tahun dan kurang ngerti ya gimanaya? Kalian juga tahulah. Tapi hal yang paling menyedihkan adalah ketika orang-orang melabeli sebagai anak yatim. Entahlah ketika nama panggilan baru itu terasa sangat menyedihkan. Namun seiring berjalannya waktu, diberi pengertian, itu bukan menjadi masalah lagi. Sejak itu pula mamah menjadi tulang punggung keluarga dan meneruskan menjadi fotograper seorang diri.
Ketika SD, prestasi yang diraih tidak begitu bagus hingga akhirnya masuk kelas tiga. Entah karena apa kegiatan belajar menjadi suatu hal yang menyenangkan. Dimana awalnya tidak masuk rangking lima besar, akhirnya bisa meraih rangking dua hingga lulus SD. Harusnya hal itu bisa menjadi bekal untuk masuk SMP favorit, tapi melihat kondisi ekonomi yang sedang dalam tidak baik, akhirnya memilih memasuki SMP yang dekat dengan rumah yang cukup ditempuh dengan jalan kaki.
Masuk SMP rangking mulai tidak stabil. Mungkin sedang puber. Kelas tujuh rangking satu, kelas delapan rangking tiap semester naik turun berputar di lima besar. Namun pada akhirnya bertengger antara rangking satu dan dua. Alasannya cukup kuat, karena ketika rangking turun, amukan seorang mamah akan tiba. Sejak kelas tujuh semester dua mamah pindah rumah ke daerah kabupaten. Karena tidak ingin pidah sekolah, akhirnya memutuskan secara terpaksa untuk masuk pondok pesantren. Meski jadwal menjadi sangat padat, itu bukan menjadi penghalang. Di pesantren entah ketiban apa bisa meraih juara ke dua seangkatan. Singkatnya, di pesantren itu belajar kitab kuning, cara ngelogat, baca kitab, nahwu sorof, talaran kitab. Hingga pada saat itu talaran telah mencapai ke kitab Alfiah. Kalo diinget-inget dedikasi dulu untuk belajar sangat tinggi.
Masa MA pun tiba, seserius itu untuk sekolah dan pengajian. Sayangnya waktu tengah semester satu hanya bisa meraih rangking ke 5. Ini bukan akhir. Berjuang kembali adalah pilihan, setidaknya harus tiga besar. Di pengajian, dimulailah belajar bagaimana cara menghafal Al Qur’an yang baik dan benar. Untuk sekolah setiap malam menyempatkan untuk belajar. Iya, tidur hanya sekitar tiga jam. Pukul 9 malam setelah pulang ngaji, mata ini tidur sampai jam setengah 12 malam. Kemudian bangun untuk belajar pelajaran sekolah. Pernah satu saat sampai bisa menyelesaikan satu lks dalam satu malam (gila ga sih?). Pukul setengah 3 dini hari tidur sebentar hingga jam 3 dan setelah itu langsung mengantri wc kemudian mulai ke masjid untuk setoran hafalan Qur’an.
Setelah kenaikan kelas sungguh hal yang mengejutkan, rangking berubah menjadi rangking 2. So what? I believe usaha = hasil. Sungguh kenikmatan luar biasa bisa menggeser murid-murid yang sangat pintar. Tidak lama dalam euphoria, kesenangan menjadi keresahan yang berkembang menjadi rasa takut. Apakah bisa dipertahankan? Tidak ada jawaban selain terus belejar, dengan rutinitas yang biasa, hingga pada saat itu menarik diri untuk tidak terlalu bergaul dengan teman kelas atau pesantren, ya paling beberapa temen untuk diajak curhat.
Kelas 11 akhirnya mulai mengikuti berbagai lomba diantaranya olimpiade fisika, olimpiade astronomi, LCT MIPA plus Pramuka, lomba dari pesantren se-Kota Tasikmalaya dll. Baik didalam dan diluar sekolah. Mungkin dapat dibilang bisa memberikan prestasi, sekaligus sebagai ucapan terimakasih kepada MA yang rela kasih beasiswa. Tentu tidak ada waktu untuk mabuk cinta, ya meski sedang dalam hubungan jarak jauh. Tapi prioritas saat itu adalah semaksimal mungkin memberikan apa yang bisa dilakukan.
Setelah pembagian rapot untuk kelas 11, usaha untuk mempertahankan rangking malah mendapat rangking ke 1. So what? The first i crying soo much, entahlah kalian bayangkan saja usaha belajar untuk mencapai rangking tersebut. Hingga pada akhirnya di rapot terakhir bisa menjadi juara umum se-MA. Banyak hal yang harus di syukuri. Itu tentunya menjadi hadiah utama buat mamah yang telah berjuang sampai saat ini, dan tentunya penghargaan juga buat diri sendiri atas kerja keras yang telah dilakukan.
Dramatis sekali. Begitulah masa-masa menimba ilmu. Sedikit pesan, belajarlah sungguh-sungguh, karena dari kesungguhan itu kalian pasti mendapatkan suatu hal yang sebanding dengan kesungguhan kalian. Ingat bukan apa yang sekolah atau ortu kalian beri tapi apa yang udah kalian beri ke mereka, jangan sampe masa-masa yang harusnya kalian berjuang malah kalah sama hal-hal yang tidak penting. Waktu terus berjalan dan life must go on….
Udah dulu deh, kepanjangan. Lain waktu cerita lagi, tapi jangan sampai kalian menyimpulkan bahwa jalan memang sangat semulus itu. Dalam meraih pencapaian tersebut ada kalanya terpuruk, merasa tidak pecaya diri, intinya nano-nano daah.
Bye, cepet mupon dari putcin kkk
Comments
Post a Comment
Boleh Komentar, sekedar informasi untuk menambah wawasan.