Apa itu Malnutrisi?
Malnutrisi
adalah istilah umum untuk suatu kondisi medis dimana adanya
ketidak seimbangan diantara pengambilan
makanan dengan kebutuhan gizi untuk mempertahankan kesehatan. Hal ini terjadi
karena gizi yang salah yaitu asupan gizi yang terlalu sedikit atau gizi yang
berlebih dari kebutuhan tubuh.
Pada
umumnya kekurangan gizi sering dikaitkan dengan kemiskinan di negara-negara
berkembang. Di Indonesia sendiri jenis
malnutrisi yang terjadi yaitu jenis kekurangan energi protein yang menyebabkan
kwashiorkor, marasmus dan marasmik-kwashiorkor.
Malnutrisi
pada anak akan mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangannya, karena pada
usia ini zat-zat yang sangat diperlukan untuk membentuk tubuh yang sehat dan
mental yang kuat.
Selain
itu malnutrisi yang terjadi pada anak-anak akan berdampak ketika menginjak usia
dewasa. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas), secara nasional terdapat
35,6 % balita yang mengalami kekurangan gizi sehingga tidak tumbuh sempurna
yaitu stunting.
Apa itu Stunting?
Stunting adalah
masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu
lama, terutama dalam 1000 hari pertama kehidupan. Menurut UNICEF, stunting diklasifikasikan sebagai
persentase anak-anak usia 0 hingga 59 bulan, dengan tinggi dibawah minus
(stunting sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis) dari standar
pertumbuhan anak keluaran WHO.
Stunting
disebabkan oleh faktor multidimensi, diantaranya pola pengasuhan gizi kurang
baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum
mas kehamilan serta setelah melahirkan.
Stunting
bukan hanya terhambat pertumbuhan fisiknya (pendek atau kerdil) saja, melainkan
terhambat juga perkembangan otaknya. Sehingga dapat dilihat bahwa malnutrisi
sangat berdampak terhadap kesehatan mental dan otak seorang anak.
Bagaimana Kasus Stunting
di Indonesia?
WHO
menetapkan toleransi stunting maksimal 20 % dari seluruh jumlah balita.
Sementara di Indonesia tercatat 7,8 juta dari 23 juta mengalami stunting atau sekitar 35,6%. Sebanyak
18,5 % tercatat sangat pendek dan 17,1% kategori pendek.
Ini
menyebabkan WHO menetapkan Indonesia sebagai negara dengan status gizi buruk.
Stunting tertinggi terdapat di wilayah Sulawesi Tengah dengan jumlah 16,9 % dan
terendah di Sumatra Utara dengan 7,2 %.
Bagaimana Kasus Stunting
di Tasikmalaya?
Kepala
bidang kesehatan dan pengendalian penduduk Kabupaten Tasikmalaya Dadan Hamdani
mengungkapkan, angka stunting di
Kabupaten Tasikmalaya cukup tinggi. Hingga memasuki akhir September 2019
tercatat 33,8 %.
39
kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya terdapat dua kecamatan yang angka
stuntingnya tinggi yaitu kecamatan salawu dan sukarame. Untuk Kota Tasikmalaya
sendiri tercatat 32% dari 808.506 jumlah penduduk mengalami stunting.
Meski
tahun ini di Jawa Barat kasus stunting menurun menjadi 29,2 %, namun hal ini
dapat mencerminkan bahwa kondisi asupan gizi yang terjadi di Kabupaten
Tasikmalaya khususnya sangat memprihatinkan, disisi lain pengetahuan masyarakat
terhadap asupan gizi seimbang dapat dikatakan kurang.
Memangnya bagaimana Pedoman Umum Gizi Seimbang yang
seharusnya?
Gizi
seimbang adalah prinsip pengkonsumsian makanan harian yang didasarkan pada angka
dan kecukupan jenis dan jumlah zat gizi sesuai karakter (usia, jenis kelamin
dan fungsi fisiologis) dan memerhatikan 4 pilar gizi seimbang.
4
pilar gizi seimbang ini meliputi mengkonsumsi makanan beragam, membiasakan
perilaku hidup bersih, melakukan aktivitas fisik dan mempertahankan dan
memantau berat badan normal. Harus diketahui bahwa terdapat perbedaan prinsip
gizi seimbang dengan prinsip 4 sehat 5 sempurna.
Prinsip
4 sehat 5 sempurna hanya menekan pada lima jenis makanan yaitu makanan pokok,
lauk-pauk, sayur, buah dan susu, ketika 5 jenis makanan tersebut telah
dikonsumsi maka prinsip tersebut telah dipenuhi.
Namun
seiring perkembangan zaman dan permasalahan gizi, prinsip ini sudah tidak relevan.
Makanan gizi seimbang tidak hanya cukup memperhatikan lima kehadiran jenis
makanan tersebut melainkan juga perlu mencukupi jenis dan jumlah zat gizi
sesuai usia dan fisiologis.
Lalu Malnutrisi Tugas Siapa?
7,8
juta kasus stunting yang diakibatkan oleh malnutrisi tidak semerta-merta hanya
dapat ditangani oleh dua tangan pemerintah. Harus banyak insan yang bersedia
mengulurkan tangan, harus banyak ilmu yang disalurkan dan harus banyak mata dan
hati yang ikhlas terbuka.
Status
gizi buruk yang telah ditetapkan oleh WHO kepada Ibu Pertiwi harus segera
dilengserkan. Bukankah kita sudah sadari bersama bahwa balita saat ini adalah
cerminan masa depan Indonesia?
Mari
kita bantu wujudkan mengakhiri segala bentuk macam malnutrisi di Indonesia pada
tahun 2030. Baik itu dengan lebih melek dengan kasus malnutrisi di Indonesia,
dengan ikut menjadi relawan mengentas malnutrisi atau dengan cara lain sesuai
dengan fashion kita.
Comments
Post a Comment
Boleh Komentar, sekedar informasi untuk menambah wawasan.